Jumat, 17 Februari 2012

SEKILAS perawakan Dedi tidak meyakinkan sebagai perampok kelas kakap. Rambutnya acak-acakan. Sebagian besar malah sudah beruban. Siapa sangka, Dedi adalah pentolan kawanan perampok spesialis rumah mewah di Batam. Bukan hanya itu, wilayah operasi komplotan tersebut melebar sampai Malaysia, Thailand, Hongkong, dan Singapura.

Meski begitu, Dedi adalah perampok yang dermawan. Paling tidak, itulah anggapan orang-orang dekatnya yang tidak tahu profesi sebenarnya pria 38 tahun tersebut. Dedi dikenal karena sikap dermawannya kepada warga tidak mampu.

Dedi punya rumah di Cipta Emerald Batam. Namun, pria kelahiran Plaju, Palembang, Sumatera Selatan, itu ternyata sosok yang misterius. Ketua RT dan seluruh warga yang tinggal di perumahan tersebut tak mengenal Dedi. "Saya baru tahu kalau di perumahan ini ada warga yang bernama Dedi, perampok internasional, setelah ada pemberitaan di media," ujar salah seorang warga kepada Batam Pos (JPNN Group).

Sehari-hari Dedi lebih banyak menghabiskan waktu di Kantor Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Peduli Nusantara yang didirikannya pada 2010. LSM itu berada di Ruli Melchem RT 02, RW 05, Tanjungsengkuang. Bangunan LSM Peduli Nusantara terbuat dari papan berukuran 5 x 4 meter tepat di tengah perkampungan Sei Tering Melchem.

Mencapai kantor LSM itu tidak mudah. Harus menaklukkan jalan yang berliku. Sekitar 2 kilometer sebelum sampai ke kantor LSM, hampir semua warga sudah mengenal sosok Dedi.
Menurut salah seorang warga yang tak mau disebutkan namanya, Dedi gemar memelihara ayam. Itu diwujudkan dengan membuat kandang ayam dari kayu papan. Namun, Dedi tidak pernah menjual ayam-ayam tersebut. Sebaliknya, dia membagikan ayam-ayam itu kepada warga tiap menjelang hari besar keagamaan atau hari besar nasional.
"Pak Dedi itu sukanya hanya pelihara dan kasih makan ayam. Setelah besar, justru warga yang menikmati. Tak pernah sekali pun ayam peliharaannya itu dijual," ujarnya, seperti ditulis laman jpnn.com.
Meski bangunannya sederhana, papan nama LSM Peduli Nusantara begitu mencolok. Tulisan besar berwarna hitam dan merah menghiasi papan nama sepanjang 3 meter tersebut.
"Sebelum kantor ini digerebek, warga tiap sore dan malam selalu berkumpul di sini. Ngobrol-ngobrol aja. Pak Dedi tak pernah melarang warga main di kantornya. Justru dia menyarankan warga untuk tak segan main di kantornya," ujar Agus, ketua RW setempat.
Hanya, kata Agus, orang yang keluar masuk kantor itu tak pernah bersosialisasi dengan warga. Selama LSM Peduli Nusantara berdiri, tak banyak yang diajak Dedi ke kantornya.
"Warga tahunya mereka yang ke kantor itu adalah kawan Pak Dedi. Kita anggap kawannya juga orang baik. Terbukti, tidak pernah sekali pun orang yang dibawa Pak Dedi itu buat onar di sini. Biasanya kawannya itu baru ke kantor LSM menjelang magrib. Tak pernah mereka datang siang atau pagi," ungkap Agus.
Sejak kantor LSM milik Dedi diberi garis polisi, warga tidak berani mendekat. Lebih-lebih berkumpul seperti sebelumnya. "Sekarang sepi. Sebelum ada kejadian itu, teras kantor tersebut tak pernah sepi dari warga hanya untuk sekadar ngobrol," kata Agus.
"Zaman sekarang ini susah mencari orang seperti Pak Dedi. Kebaikan dan kedermawanannya kepada warga yang membutuhkan sangat luar biasa. Akses masuk menuju kampung ini maupun penerangan di makam warga, semua dibiayai oleh Pak Dedi," ujarnya.
Ketika kabar bahwa Dedi adalah perampok yang bikin heboh Batam, banyak warga yang tidak percaya. Mereka umumnya kaget. Sebab, yang mereka tahu tentang Dedi selama ini adalah sosok yang baik dan gemar membantu warga.
"Dia itu orangnya santun. Dua anak perempuan saya, yang SMP dan SD, dari pertama sampai sebelum kasus ini mencuat, dibantu penuh biaya sekolahnya," kata Salim, warga Melchem.
"Pernah anak saya kena demam berdarah, Pak Dedi yang langsung mengantar anak saya ke rumah sakit dan menanggung biayanya sampai sembuh. Semoga polisi bisa mempertimbangkan perbuatannya itu dengan perbuatan baiknya kepada warga sini," sambungnya.
Wartini, warga lainnya, mengakui bahwa Dedi adalah sosok yang baik. Setiap pekan dia mengumpulkan anak yatim dan memberikan santunan. "Saya berharap agar Pak Dedi tidak dihukum berat. Dia orangnya seperti Si Pitung di Betawi yang muncul lagi pada zaman ini," ujar perempuan paro baya asal Jakarta tersebut.
Dedi pun begitu tenang saat menjalani pemeriksaan di Polresta Barelang. Tak tampak sedikit pun raut wajah stres atau ketakutan. "Alhamdulillah saya sehat. Kondisi badan tak ada masalah, masih segar, saya tak merasa tertekan. Saya sudah biasa dihadapkan pada masalah seperti ini. Keluarga saya baik-baik saja," katanya saat menjawab pertanyaan Batam Pos.
Dedi punya empat anak hasil pernikahan dengan dua istri. Dia bercerai dari istri pertamanya beberapa tahun lalu. Mantan istri dan kedua anak Dedi kini tinggal di Palembang.
Terkait dengan dukungan warga kepadanya, Dedi menanggapi dengan ringan. Dia hanya tersenyum dan berkata: Amin. Dedi mengaku tidak pernah berkoar sering membantu warga. Dia juga membantah kabar yang menyebutkan bahwa harta hasil merampok dipakai untuk membangun Masjid An Nur di kawasan Melchem.

"Saya tak pernah merasa membantu warga, apalagi sampai bangun masjid. Warga saja yang berlebihan," tuturnya.

Dedi ditangkap polisi karena menjadi otak pembobol beberapa rumah mewah di Batam. Dalam beraksi, dia tak sendiri. Dedi dibantu oleh tiga kawannya. Yakni, Bambang, 28; Rusli, 30; dan Suep. Hanya Suep yang saat ini masih buron.

Saat menjalankan aksi, Dedi mengaku hanya menjadi sopir dan memantau kondisi rumah target. Sebelumnya empat pelaku membuat rancangan yang matang, mulai cara masuk ke rumah sampai strategi kabur.

"Semua yang membuat Dedi sendiri. Sampai hal kecil tentang waktu dan hari eksekusinya pun, dia yang menentukan. Tiga hari sebelum beraksi, Dedi selalu turun langsung ke TKP (tempat kejadian perkara) untuk mempelajari situasi dan kondisi rumah yang jadi target," ujar Kanit Jatanras Polresta Balerang Iptu Chrisman Panjaitan yang memimpin penangkapan dan penggerebekan pelaku.

Komplotan Dedi benar-benar jeli. Mereka mempelajari seluk-beluk rumah dan aktivitas penghuninya. Mulai kapan pemilik rumah keluar, bagaimana pengamanan di perumahan tersebut, akses keluar masuk, hingga kebiasaan pemilik rumah. Semua itu dipelajari selama tiga hari.

"Kami tak mungkin berani masuk rumah tersebut kalau tak mempelajari dulu. Waktu tiga hari untuk mengintai dan mempelajari itu belum tentu langsung kami eksekusi. Kalau memang situasi dan kondisinya tak memungkinkan, ya kami tidak lakukan. Bila merasa sudah yakin, baru kami bergerak," ungkap Dedi.

"Tak jarang pengintaian kami sampai seminggu, baru beraksi. Setiap beraksi, kami tak pernah lupa membawa satu linggis ukuran pendek. Itu wajib dibawa untuk mencongkel jendela dan pintu," sambungnya.

Sepak terjang Dedi dan komplotannya tidak hanya di Batas. Mereka juga go international. Sepak terjang kawanan perampok itu sampai Malaysia, Singapura, Thailand, dan Hongkong.

follow meBagikan berita ini dengan Like/please dan Share /thanks AndDo You Like This ?

Categories:

0 komentar:

Posting Komentar

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!