Jumat, 17 Februari 2012

ENTAH sudah berapa kali Dedi dan komplotannya menguras isi rumah-rumah mewah di Batam. Polisi menduga lebih dari sepuluh kali. Sasarannya adalah perumahan elite di kawasan Batam Kota Baloi dan Nagoya.

Salah satu aksi kelompok Dedi yang menghebohkan adalah saat mereka merampok rumah di Puri Casablanca dua bulan lalu. Mereka berpura-pura sebagai tukang renovasi interior rumah. Saat kejadian, hanya ada pembantu dan dua anak sang pemilik rumah. Hal itu memudahkan Dedi cs dalam beraksi. Setelah mengecoh pembantu rumah, mereka sukses menggondol brankas yang berisi uang tunai dan perhiasan senilai Rp 1,8 miliar.

"Tiap kali beraksi, Dedi selalu membawa mobil sendiri. Agar sulit terdeteksi pergerakannya, Dedi sengaja menyiapkan pelat nomor palsu," terang Chrisman Panjaitan, Kanit Jatanras Polresta Barelang, seperti ditulis laman jpnn.com.

Terakhir, kawanan perampok yang diketuai Dedi berhasil mengobok-obok rumah mewah di Perumahan Anggrek Mas II Selasa (7/2). Peristiwa tersebut terjadi siang bolong, pukul 12.30 WIB. Kali ini mereka berhasil menguras aneka perhiasan senilai Rp 500 juta.

Sebagai bos, Dedi mendapat jatah bagi hasil rampokan yang paling besar. Separo jatah untuk Dedi dan sisanya dibagi kepada tiga anggota kelompoknya. Uang haram itu digunakan Dedi untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Dia tinggal bersama istri dan dua anaknya di sebuah perumahan di Batam Kota. Selain untuk mencukupi kebutuhan pribadi, Dedi menggunakan uang hasil jarahan tersebut untuk kegiatan sosial di Kantor LSM Lintas Nusantara.

Dedi tidak hanya beraksi di Batam. Belakangan terungkap fakta bahwa dia juga menjalankan aksinya di Johor (Malaysia), Bangkok (Thailand), Hongkong, dan Singapura. Selama dua tahun di Malaysia (1998-2000), Dedi berhasil menghimpun tujuh orang dari berbagai negara, seperti India dan Tiongkok, untuk merampok nasabah bank.

"Saya lama di Malaysia. Saya mengajak orang-orang pengangguran merampok nasabah bank. Sama seperti di Batam, semua saya yang merancang dan mengoordinasi tim yang saya buat. Saya dapat kenalan preman di Malaysia dari kawan satu kampung yang tinggal di sana dan merampok juga," ungkap Dedi.

"Saya sering kena tangkap bersama komplotan di Johor. Namun, tidak pernah lama di penjara. Saya jaminkan beberapa ribu ringgit ke Polisi Diraja Malaysia dan mereka langsung melepas saya," sambungnya.

Dari sejumlah aksi di luar negeri, Dedi merasakan tantangan yang begitu berat saat di Singapura. Sebab, sistem keamanan di negeri mungil nan kaya itu sangat ketat. Baik di dalam maupun di luar bank. "Saya sekali saja merampok nasabah bank di Singapura dan berhasil lolos. Saya tak mau lagi seandainya bebas nanti disuruh merampok ke Singapura. Sama juga bunuh diri," katanya.

Dedi masuk ke Singapura pada 2006. Dari hasil merampok nasabah bank asing, dia meraup Rp 1,5 miliar. "Sekali beraksi, saya tidak pernah mendapatkan hasil di bawah Rp 1 miliar, pasti lebih," ujarnya.

Dari hasil merampok di luar negeri itu, Dedi kini punya tiga rumah di Batam. Dia juga membeli mobil Toyota Avanza yang dipakainya untuk operasional pembobolan rumah mewah di Batam.

"Selain rumah dan mobil, saya punya simpanan di bank yang jumlahnya lumayan untuk menyekolahkan empat anak saya. Sebagian saya niatkan buat sedekah. Saya tak tega lihat orang miskin yang kesusahan. Saya tak pernah merampok atau membobol rumah orang yang pas-pasan ekonominya. Itu pedoman saya. Target saya hanya orang yang benar-benar kaya tingkat ekonominya," terang Dedi.

Dedi mengaku tak pernah membawa senjata api (senpi) saat beraksi. Dia hanya membawa pisau kecil yang diselipkan di pinggang. Saking sering merampok dan membobol rumah mewah, dia mengaku tidak hafal berapa kali menjalankan aksinya.

Pada 2003, Dedi bersama tujuh anggota komplotannya merampok tempat penukaran uang di Johor. Hasilnya, dia mendapatkan Rp 2,5 miliar. Namun, aksinya tersebut tercium oleh polisi Malaysia. Dalam sebuah penggerebekan, perut Dedi terkena tembakan dua timah panas. Satu peluru lainnya bersarang di paha kanan. Tetapi, dia pantang menyerah. Dedi berhasil lolos dari sergapan polisi. Dengan menyewa kapal, dia akhirnya sampai ke Tanjung Pinang dan mendapatkan perawatan di RS Angkatan Laut (RSAL).

Dedi tak menyadari bahwa aksinya di Malaysia dan keberadaannya di RSAL diketahui petugas Polresta Tanjung Pinang. Setelah tiga timah panas yang bersarang di dalam tubuhnya dikeluarkan, Dedi langsung ditangkap petugas dari Polres Tanjung Pinang. Dia dibawa ke Batam sebelum akhirnya menjalani sidang di Jakarta. Dedi divonis penjara enam bulan dan bebas pada 2004.

Dedi kembali ke Batam setelah aksinya di negara tetangga terdesak. Pada 2010, Dedi ditahan di Polresta Barelang selama empat bulan karena menikam orang di Diskotek Pacific.

Yang menarik, Dedi mengaku tidak pernah menggunakan uang hasil kejahatannya untuk hal-hal maksiat seperti main perempuan atau berjudi. "Uang itu saya masukkan ke rekening untuk masa depan anak istri saya," katanya. "Selain itu, saya punya anggaran tersendiri yang saya namakan anggaran wajib untuk aparat. Jumlahnya lumayan besar, hampir 50 persen dari hasil rampokan," sambungnya.

Polisi menduga, sifat murah hati Dedi adalah bentuk pencucian uang dari hasil kejahatannya. Namun, hal itu dibantah Dedi. "Saya sendiri bingung. Orang punya niat baik ingin bantu warga tak mampu, malah saya dituduh pencucian uang. Niat baik saja masih dicurigai yang bukan-bukan, apalagi kalau saya tak berbuat sama sekali. Bingung saya jadinya," katanya.

Dia juga membantah telah menjadi mata-mata polisi. "Saya paling anti mengkhianati kawan maupun anggota saya. Saya merampok murni keinginan saya sendiri. Daripada disuruh mengkhianati atau menjebloskan kawan sendiri, lebih baik pecah di perut," tegas Dedi.

Setelah tertangkap, apakah masih berencana merampok lagi? "Bisa saja saya berhenti. Namun, bisa saja timbul niat lagi. Saya rindu kepada kawan-kawan di Malaysia dan merampok di sana," terang Dedi. Dia mengaku betah tinggal di Malaysia karena di sana jarang ada razia.

Dedi ditangkap polisi dalam perjalanan menuju Kantor LSM Peduli Nusantara setelah membobol rumah di kawasan Anggrek Mas Selasa (7/2). Setelah dilakukan pengembangan penyidikan, Dedi menyatakan bahwa tiga kawannya berada di Kantor LSM Peduli Nusantara.

"Mereka langsung kita sergap. Satu orang, yaitu Suep, bisa kabur. Sedangkan, dua lainnya, yaitu Bambang dan Rusli, mencoba melawan kita dengan melempar meja. Mereka mengacungkan pisau. Terpaksa mereka kita tembak di betis kanan. Sedangkan, Dedi tidak kita tembak karena tak melawan," terang Chrisman.

Dalam penyergapan tersebut, polisi menyita barang bukti berupa perhiasan emas yang disimpan di bawah bantal, uang ringgit Malaysia, serta barang berharga lainnya. Tim buser juga mendapati tiga paspor. Polisi bergerak cepat dengan memblokir rekening Dedi di sejumlah bank nasional.

Meski Dedi mendapatkan simpati warga karena sikap dermawannya, polisi tidak peduli. "Biar orang bilang pelaku adalah sosok yang baik, tapi dia tetap pelaku kejahatan. Hukum tetaplah hukum yang harus dijalankan, siapa pun orangnya," tegas Kapolresta Barelang Kombespol Karyoto. Dedi dan tiga tersangka kawannya terancam pasal 363 KUHP tentang pencurian dengan pemberatan (curat) dengan ancaman pidana tujuh tahun penjara.

follow meBagikan berita ini dengan Like/please dan Share /thanks AndDo You Like This ?

Categories:

0 komentar:

Posting Komentar

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!